“Oleh Ahmad Amiruddin

Orang tak mampu Tidak perlu menunggu kaya untuk sekedar berbahagia, orang sakit tidak perlu menunggu sembuh untuk berbahagia, karyawan tak perlu menjadi bos hanya untuk berbahagia, seorang bawahan dalam sebuah institusi tak perlu menunggu menjadi atasan untuk berbahagia.

Berbahagia tak butuh modal, bahagia tak butuh terkenal… bahagia itu cukup dengan menerima…

Menerima apa ??

Menerima posisi  yang telah di aturkan oleh Allah Swt dalam hidup kita… Ya, qana’ah atau dalam bahasa jawa di sebut ( nerimo ) adalah kunci kebahagiaan sesungguhnya…

Tanpa qana’ah hidup kita hanya akan habis untuk mengejar target..target yang gak jelas kapan selesainya…

Ikhas dalam menjalani hidup sesuai dengan kehendak Allah Swt akan membuat hidup kita semakin terasa nikmat,

Dikisahkan ada dua orang bersahabat yang pergi ke sungai untuk memancing ikan bersama, menjelang sore satu diantara keduanya hendak pulang dan berniat untuk menikmati ikan hasil tangkapanya untuk dimakan bersama anak istrinya, ketika hendak pulang temanya berkata, mau kemana kau? Ini masih sore, jangan dulu kau pulang, mari kita cari ikan lebih banyak lagi, supaya bias kita jual dan kita dapat uang banyak.. mendengar ucapan temanya itu dia kembali bertanya, kalau kita punya uang banyak terus mau dibuat apa uang tersebut? Maka sang teman menjawab: ya kita buat bersenang-senang lah, kita buat bahagia hidup kita dan keluarga kita.

Mendengar jawaban dari temanya ia berkata: kalo hanya untuk bersenang-senang dan berbahagia saya tak perlu menunggu lebih lama lagi untuk mencari ikan lebih dan menjualnya ke pasar, sekarangpun saya bisa berbahagia, saya bawa hasil tangkapan saya, saya masak bersama istri dan anak saya dan kamipun sudah berbahagia… maka sang sahabat terdiam seribu bahasa mendengara jawabanya.

Watak manusia sebagaimana di firmankan Allah Swt tidak akan pernah puas, Allah Swt berfirman:

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2)

Artinya : ““Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”.

Rasa ketidakpuasan akan kehidupan yang kita jalani inilah yang menyebabkan kita merasa hidup menderita, tersiksa seakan hidup di neraka sebelum neraka.

Allah Swt telah menentukan alur cerita kehidupan manusia sebelum manusia itu dilahirkan, ada yang diciptakan dengan bentuk tubuh tinggi besar dan berwarna putih seperti orang-orang eropa, ada yang Allah ciptakan dengan bentuk tubuh tidak terlalu tinggi dan berwarna sawo matang seperti kebanyakan orang asia, ada juga yang hitam pekat seperti kebayakan orang afrika, dari segi social Allah Swt juga mengatur kehidupan ini dengan adanya orang kaya, sederhana dan orang fakir-miskin. Tidaklah Allah Swt menciptakan itu semua sia-sia, melainkan ada hikmah yang tersirat dalam kehidupan kita.

Andai saja orang yang terlahir dengan kulit hitam tidak menerima takdir ilahi dengan warna kulitnya, sudah bias dipastikan setiap harinya ia akan lalui dengan penuh rasa tertekan, rasa jengkel, mengapa aku memiliki kulit gelap? Mengapa aku terlahir di dunia dengan hina? Dan lain-lain pertanyaan yang muncul dalam benak hatinya. Ini baru satu contoh yang paling logis jika manusia tidak menerima kodrat yang telah dituliskan untuknya. Kita bias bayangkan bagaimana tersiksanya hidup orang yang menginginkan tubuh indah nan putih bersih namun takdir berkata lain.

Bagaimana tersiksanya orang yang ingin hidup glamour penuh dengan kemewahan, namun kemampuanya tidak sesuai dengan keinginanya. Jika rasa “tidak terima” ini terus dibiarkan, maka yang akan terjadi ialah pelanggaran, baik melanggar norma maupun agama.

Pencurian, pembunuhan, banyaknya mal-praktek yang berakhir kerusakan, dan banyak kejahatan lainya, asal muasalnya bersalah dari ketidak puasan mereka akan hidup yang telah digariskan oleh Allah Swt.

Kaya tidak jaminan bahwa kita akan bahagia !

Dikisahkan di zaman seorang sholeh bernama Ibrahim bin adham, ketika ia masih menjadi raja salah satu daerah di Persia, ada seorang sholeh yang sedang beristirhat karena capeknya perjalanan di bawah pohon yang rindang di dekat istana, dengan nikmatnya ia duduk dibawah pohon kemudian mengeluarkan bekal yang ia bawa lengkap dengan air minumnya, setelah menyantap bekal yang sangat sederhana itu dia berbaring dan tertidur pulas.

Sang raja yang sedang memperhatikan orang ini dari atas istananya merasa iri dengan nikmat yang dirasakan oleh orang sholeh itu dan berniat untuk memanggilnya ke istana,

Singkat cerita, sang sholeh di panggil oleh raja kedalam istana, dan rajapun bertanya, hai bapak yang baik hati… saya lihat dari atas anda tadi terlihat letih, capek kemudian anda mengeluarkan makanan dan berbaring di bawah pohon kemudian istirahat di sana, apakah anda dengan itu sungguh sudah merasa berbahagia?, padahal aku dengan kemewahan yang aku miliki tidak bisa merasakan seperti apa yang aku lihat dengan dirimu?..

Dia menjawab, hai raja.. apa yang kau lihat memanglah benar,, aku menerima takdirku yang dituliskan tuhanku untukku, dan aku gunakan sisa hidupku untuk beribadah kepadanya..

Kemudian sang raja kembali bertanya, apakah aku bisa menjadi sepertimu? Orang sholeh itu menjawab bisa dengan syarat, apa syaratnya? Tanya sang raja., syaratnya tinggalkanlah kemewahan dan kerajaan yang kau miliki, lalu temui aku di daerah ini, sang sholeh menyebutkan nama daerah dan pergi meninggalkan raja.

Ibrahim bin adham-pun menepati kata-katanya ia wariskan kerajaanya kepada anak turunya, dan ia pergi menemui sang syekh, dan jadilah Ibrahim bin Adham pemimpin kaum sufi yang namanya sering disebut dalam berbagai kitab tasawwuf.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah diatas ialah, menjadi kaya tidak menjamin bahwa kita akan bahagia, cantikpun juga demikian tidak bisa menjamin kebahagiaan kita, segala bentuk kenikmatan yang kita miliki tidak akan membuat kita hidup bagahia jika kita tidak menerimanya dan tidak mensyukuri nikmat tersebut,

Di akhir coretan saya ini, saya mengajak kepada semua yang sudi membaca tulisan ini, untuk hidup di surga sebelum surga, hidup dengan menerima ketentuan takdir ilahi yang ditulikan untuk kita dan berusaha untuk merubah kehidupan kita dengan cara yang sesuai aturan dan tuntunan nabi Muhammad Saw, Tidak dengan cara yang lain.

Hidup kita akan mulia dan bahagia dengan mengikuti nabi dan akan hina serta menderita dengan menyalahinya, bukankah Allah Swt telah mengingatkan kita dalam firmanya,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya: Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-nya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (an-Nûr/24:63).