Menjadi manusia mulia disisi Allah SWT, dengan menepati janji mukmin yang sempurna tidaklah mudah. Karena banyak hal dalam hidup ini, yang pada akhirnya akan memalingkan diri dari nilai-nilai ibadah. Dan menjaga diri untuk selalu dapat memberi sekat antara aktivitas dunia dan aktivitas akhirat, diperlukan perjuangan yang hebat. Perjuangan untuk melawan kemalasan, perjuangan untuk tetap semangat, dan perjuangan dalam mengemban amanat sebagai makhluk yang berakal. Mukmin yang saleh, muslim yang sempurna adalah mereka yang tidak pernah merasa berat menjalankan shalat. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah merasa malas dalam beribadah, selalu semangat dan tidak pernah menyia-nyiakan amanah sebagai khalifah di bumi. Mereka adalah orang-orang yang gemar menjalankan shalat yang dirasa berat oleh orang-orang munafik. Mereka justru mendatanginya dengan hati yang tulus ikhlas, seolah-olah tergantung harapan tiada kira.
Perintah yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad Saw mengenai shalat Tahajud atau Qiyamul lail terdapat dalam surah al-Muzammil. Allah SWT dengan lembut membangunkan orang yang berselimut ( Nabi Muhammad Saw ) agar berdiri di dua pertiga malam, separuh malam, atau sepertiganya, untuk menunaikan shalat, yaitu shalat wajib yang ketika itu harus dikerjakan oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya. Demikianlah, hampir selama kurang lebih satu tahun, shalat tahajud dikerjakan dengan penuh kekhusu’an dan bahkan hal demikian itu sudah menjadi tradisi yang dilakukan oleh Rasullulah dan para sahabatnya setiap malam, sebagai sebuah kewajiban.
Diriwayatkan dari al-Qasim bin Abi Ayub berkata, sa’id bin Abi Jubair dahulu sering menangis di malam hari hingga matanya selalu terlihat merah, hingga ia menderita kekaburan. Dalam kitab az-Zuhd karya Ibn al-Mubarak, dijelaskan bahwa Imran al-Kufi meriwayatkan, “ Sesungguhnya terdapat dua kebiasaan yang merupakan tanda-tanda kebodohan, yakni banyak tertawa dan menjumpai pagi tanpa shalat malam.”
Shalat tahajud, ia adalah shalat sunnah yang paling utama diantara shalat sunnah yang lain. karena shalat tahajud merupakan salah satu bentuk komunikasi dengan Allah SWT, yang sangat efektif. Keutamaan yang dijanjikan oleh Allah SWT juga berlimpah ruah, tersiar kepada hamba-hamba-Nya. Yakni tempat yang mulia disisi Allah SWT, di dunia dan akhirat kelak.
Kata tahajud berasal dari kata al-hujud yang berarti bangun dari tidur. Jadi, seseorang yang melakukan shalat tahajud disyaratkan telah menunaikan shalat Isya’ dan telah bangun dari tidur di malam hari, sebagaimana pendapat Hasan al-Bashri.
Shalat tahajud itu terdapat pada waktu manusia lelap dan nyeyak menikmati tidurnya. Keutamaan itu berada pada waktu yang berat, dan untuk mendapatkannya diperlukan perjuangan. Dan begitulah, Allah SWT menguji hamba-Nya melalui perintah-Nya, dan siapa yang ikhlas menjalankan perintah-Nya maka ia lulus. Dan barang siapa yang membebani dengan ujian tersebut, serta tidak pernah berjuang untuk menunaikan perintah-Nya maka ia akan rugi dan menyesal. Allah SWT berfirman : “Dialah yang menjadikan mati dan hidup, agar Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” ( Q.S. al-Mulk[67]: 2)
Sebab Shalat Tahajud merupakan pintu utama untuk melangkah menuju kebaikan dan kelembutan hati, sehingga bisa menerima perintah dari Sang Khalik. Ketika kita mampu mengerjakanya dengan khusyu’ dan penuh dengan ketundukan dan kepasrahan yang total pada Rabb, maka akan bisa memberikan sebuah hubungan komunikasi vertical yang baik antara hamba dengan Sang Khalik. Sehingga komunikasi inilah yang akan menuntun hati menjadi tenteram dan jiwa menjadi damai.
Allah SWT berfirman untuk menyeru Nabi Muhammad Saw dan juga pengikutnya agar bangun malam dan shalat tahajud : “Dan dari sebagian malam, tahajudlah adalah sebagai tambahan ibadah bagimu. Semoga tuhan mengangkatmu ke maqam terpuji. Dan serulah “duhai Tuhan, masukkan aku dengan benar dan keluarkan (pula) dengan benar. Dan anugerahi aku dari sisiMu, kekuasaan yang menolong. Dan teriaklah: yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sungguh yang batil pasti lenyap ( QS. Al Isra’: 79-81)
Kondisi jiwa yang tenang dan pikiran yang bebas yang ditimbulkan oleh hubungan komunikasi yang baik, itu merupakan penawar yang efektif dalam menangani ketegangan syaraf. Tegang akibat tekanan-tekanan dari berbagai permasalahan dunia yang belum terselesaikan. Kalaupun kegelisahan itu masih terbawa dalam shalat, pada dasarnya telah terjadi peperangan dalam jiwa seseorang. Yakni peperangan antara usaha untuk membuat hati khusyu’ dan tenang ketika shalat yang nantinya bisa mengganggu jalanya komunikasi yang baik antara hamba dengan Sang Pencipta.
Pada saat kita melakukan shalat, seluruh syaraf tidak menghantarkan implus getaran dari panca indra, sebab jiwa secara perlahan meninggalkan keterikatannya dengan badan ketika kita merasa sudah berkomunikasi dengan sang pencipta dan jiwa merasa tenang. Keadaan seperti ini disebut berfikir abstrak. Yaitu dengan konsentrasi penuh untuk mengarahkan anggota tubuh kita dan ruhani kita bergerak menuju Rabb, akan menyeret diri kita dalam suasan yang santai dan rileks. Karena kita sedang melakukan komunikasi dengan Allah SWT sehingga segala permasalahan yang membelenggu dalam diri kita sedikit demi sedikit akan melepaskan diri dari keadaan riil dan segala macam keruwetan peristiwa di sekitar kita.