AKANKAH PENDIDIKAN KARAKTER MASIH SEBUAH PARADIGMA ANGKA-ANGKA BELAKA?

          Tidak ada seorang pun yang tau sejak kapan pendidikan dinilai degan angka-angka. Hampir setiap orang menganggap bahwa jika seorang siswa mendapat nilai lima maka di cap bodoh, tetapi dengan angka delapan sampai angka sepuluh pasti anak tersebut tergolong pandai. Padahal fakta mengatakan tidak seperti itu. Ada seseorang siswa yang tidak pernah mendapat juara sepuluh besar dikelasnya, tetapi setelah lulus dia sukses. Rupa-rupanya puaslah seorang pendidik menilai perkembangan siswanya dari angka yang didapatkan. Situasi ini, membuat siswa sering berada dalam dilema: sekolah untuk mendapatkan ilmu atau nilai. Tidak mengherankan jika kemudian cara-cara tidak sehat ditempuh oleh siswa (“minimal nyontek”) demi mendapatkan nilai bagus dan tidak remidi.

          Sekolah memang memiliki peranan penting dalam usaha mencerdaskan bangsa. Tentu guru ada di dalamnya. Maju mundurnya sistem pendidikan mau tidak mau menyeret nama sekolah. Pendidikan semakin bergeser pada proyek hanya untuk mencapai kelulusan belaka. Apakah faktanya memang demikian? Akankah nilai yang berupa angka-angka telah menggeser tujuan utama pendidikan. Adakah pendidikan yang tidak bisa dinilai dengan angka? Mungkinkah jawabannya yaitu pendidikan karakter. Pendidikan karakter ini memang sudah diberdayakan di sekolah-sekolah, tetapi tampaknya hanya menjadi harapan kosong. Guru banyak yang tidak tau makna pendidikan karakter. Pada kenyataannya sistem pengajaran yang digunakan dari tahun ke tahun masih sama. Nilai tetap menjadi dewa dari segala sistem pembelajaran. Terkadang guru mengoceh di depan kelas untuk menjelaskan materi dan siswa tidur pulas. Hal itu tidak akan dihiraukan yang penting pada saat ulangan nilainya bagus. Ada juga siswa disuruh menulis di papan dan mengerjakan LKS saja, tetapi gurunya entah kemana. Dari mana karekter anak bisa terbangun kalau seperti ini?

          Perangkat pembelajaran kadang hanya sebuah tulisan yang di unduh dari website kemudian ditumpuk di atas meja. Sangat sedikitlah sekolah yang memberikan menu tambahan pendidikan karakter untuk siswa-siswanya. Jika sudah seperti ini, lalu siapa yang harus memberikan dan mengajarka pendidikan yang baik untuk siswa kita sehingga benar-benar terbentuk kepribadian dengan karakter yang unggul dan berbudi luhur. Bukan unggul angka-angkanya saja tetapi juga akhlakul karimahnya.

          Permasalahan pendidikan memang sangat sulit untuk dipecahkan. Sebagai bangsa yang cerdas kita harus mencari jalan keluar untuk pendidikkan ini. Bagaimana harus memulai perbaikan dan memecahkan masalah? Jawabannya ada di dalam diri kita sendiri. Kita semua harus sadar bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sangat kompleks. Tidak sepantasnya kita menyalahkan orang lain, melainkan kita harus dapat berbuat sesuatu dari diri kita sendiri. Apa yang dapat kita perbuat demi anak bangsa ini? Kita harus tau bahwa setiap orang mempunyai kelebihan sendiri-sendiri. Begitu juga dengan siswa, masing-masing siswa mempunyai kreatifitas dan keunggulan diri yang berbeda. Sebagai seorang pendidik kita harusnya memiliki dedikasi, loyalitas, semangat, inovatif, terhadap perkembangan pengetahuan dan memberikan yang terbaik bagi siswa kita. Semuanya demi perbaikan mutu pendidikan.

          Besar harapan melihat pendidikan kedepan tampak lebih berbeda. Bukan hanya sekedar mengukur pendidikan dengan angka sepuluh sampai seratus saja, tetapi menjadikan sebuah pendidikan bermutu dan berkompetensi di masyarakat. Mewujudkan insan yang berguna bagi masa depannya dan membangun karakter siswa yang lebih baik senada dan seirama dengan pembangunan bangsa. Lakukan sesuatu yang positif sesuai kemampuan dan kapasitas kita sendiri. Semoga pendidikan makin baik dimasa mendatang.

                                                                                                                              *) Eky Yully Endrowati, S. Pd