Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang dikelola oleh swasta dan perananya sangat dipercaya membentuk SDM yang berkualitas.Arogansi pemerintahan Orde Baru yang tidak mengakui bahkan mengkebiri eksistensi pesantren sebagai asset pendidikan tidak menjadikan pesantren hilang, bahkan sebaliknya semakin tumbuh dan menjamur dipelosok desa dan kota. Di era demokrasi ini pesantren semakin tertantang untuk untuk bersaing membuat produk manusia yang berkualitas menuju perubahan human development. Kemampuannya tertumpu pada nalar, konsep-konsep kesehatan juga moral yang tinggi.
Pesantren sekarang seakan kehilangan paradigma. Apa yang dicita-citakan jauh dari kenyataan. Akibat persoalan yang komplek dari sistem nasional yang terjadi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan membuat pesantren termarginalisasi terlalu lama. Perhatian pemerintah yang terfokus kepada persoalan pangan dan pertarungan kekuasaan sebagai elit semakin menelantarkan pendidikan yang ada di pesantren mengakibatkan pesantren tumbuh dengan sendirinya seperti rumput liar di pematang sawah tanpa terawat dengan baik. Realitas pesantren sekarang ini tampak sebagai berikut :
Perama, kondisi pesantren saat ini identik dengan lingkungan yang kumuh dan kotor. Lingkungan yang tercipta apa adanya dengan segala keterbatasan dana yang dimiliki oleh swasta dalam hal ini kiai yang mencoba memberi fasilitas pendidikan terhadap masyarakat cenderungtertatih-tatih menegakkan sekaligus mempertahankan eksistensi yang diakui oleh masyarakat sekama puluhan tahun. Suasana klasik nampak dalam keseharian kehidupan santri yang serba antri misalnya kamar mandi yang kurang memadai dan temapt tidur beralaskan tikar untuk tidur ratusan santri berjubel, gedung sekolah yang sangat sederhana dalam bentuk pondok masih menjadi pemandangan yang memberi image nuansa yang berserakan bila dilihat sekilas pandang
Kedua, santri yang masih berlatar belakang pedesaan dan kampung cenderung hidup secara tradisional yang dibawa dalam interaksi sosial mereka dipesantren. Usia santri yang masih belia mempunyai karakter yang serba bergantung pada orang tua, bersikap kekanak-kanakan namun dipaksa hidup bersama dalam sebuah komunitas remaja menjadi persoalan yang rumit untuk menerapkan hidup mandiri. Santri dituntut untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan dipesantren untuk taat kepada pengasuh, kiai, ibunyai, ustadz-ustadzah, merupakan hal terpenting yang harus diusahakan oleh santri dalam pondok. Perwujudan rasa hormat dan patuh pada perintah tersebut kadang kala dibangun melalui patron keterpaksaan.
Ketiga, otoritas kiai yang mendominasi santri secara menyeluruh untuk merubah tingkah laku yang negatif menjadi berakhlakuk karimah terkesan berat dan susah payah dikerjakan. Berbagai macam latihan dan terapi diberikan sendiri diajarkan sholat malam berjama’ah, puasa senin-kamis dan gerakan dzikir setiap waktu tertentu dengan tulus dan disiplin diikuti. Hal tersebut tidak mudah menerapkan secara gradual bagi santri yang masih berjiwa memberontak.
Keempat, pelajaran agama dipesantren masih menekankan pada hafalan saja. Ciri khas pesantren salaf masih mengutamakan metode hafalan nadlom dalam pelajaran sharaf, nahwu, tauhid, tajwid. Menghafal surat-surat Al-Qur’an tanpa mengetahui terjemah atau pengertiannya banyak terjadi diberbagai pesantren. Dari realitas tersebut santri semakin jauh dari upaya mencari solusi masalah yang melilit kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Santri seakan hidup dalam komunitasnya sendiri tanpa mengetahui hiruk-pikuk persoalan diluar pesantren. Penelitian juga sangat jarang dilakukan dan hanya berkutat pada hafalan teori semata.
Kebebasan yang dipasung dengan berbagai macam aturan dan tatatertib membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif yaitu disiplin diri yang tinggi, berilmu pengetahuan, ta’at pada kiai dan berguna bagi masyarakat sedangkan dampak negatif terhadap santri akibat hukuman fisik yang keras seperti ta’zir bagi yang tidak berjama’ah dengan berdiri sambil membawa Al-Qur’an, digundul bagi yang tidak sekolah. Tidak boleh keluar dari batas-batas tempat yang ditentukan tanpa izin kiai. Ketinggalan informasi akibat dilarang membaca koran dan menonton televisi. Bagi santri yang tidak kuat mental akan berhenti sebelum pendidikannya selesai, frustasi dan stres. Semua ini merupakan sebagian wajah pesantren yang ada.
Tantangan pesantren hari ini menjadi sangat kompleks sebagai wadah pendidikan. Tuntutan manusia untuk mendapatkan pendidikan yang unggul masih dipercayakan sebagian besar umat Islam di Indonesia kepada pesantren yang identik dengan kehidupan suci bebas dari polusi kenakalan remaja. Dekadasi moral dan narkoba. Untuk menyahuti kebutuhan itu perlu upaya untuk menciptakan pendidikan yang unggul dipesantren agar out-put yang dihasilkan benar-benar memenuhi harapan masyarakat membentuk pribadi pemimpin masa depan yang tangguh dan berkualitas dengan berakhlakul karimah.
Ada beberapa cara untuk menciptakan kondisi yang mendukung bagi tercapainya cita-cita diatas, pertama, belajar mandiri bagi santri. Usaha belajar sendiri dengan membentuk kelompok-kelompok kecil santri menjadi penting. Semangat untuk membaca, memahami dan mengerti suatu buku perlu ditanamkan. Karena mutu pendidikan yang ada saat ini sangat rendah contoh, SD masih terdapat siswa yang tidak lancar membaca dan menulis atau tingkat sarjana masih lemah cara berpikir logis dan sistematis sehingga perlu memberdayakan diri sendiri untuk menjadi santri yang berkualitas. Kedua, pesantren yang unggul membutuhkan lingkungan yang kondusif dan kaya. Lingkungan yang berfokus oada terpenuhinya buku-buku yang layak untuk dikonsumsi dan perpustakaan yang standar dan lengkap, dan sarana asrama yang bersih dan sehat. Hal tersebut penting artinya bagi perubahan ilim pesantren. Dengan banyaknya buku-buku yang dimiliki oleh pesantren budaya santai dan suka tidur santri, lambat laun akan berganti dengan hobi membaca. Guru yang kontekstual sangat dibutuhkan untuk mendampingi santri untuk memecahkan masalah. Ketiga, santri diajarkan ketrampilan-ketrampilan inovatif dalam memecahkan masalah, karena kehidupan nyata dimasyarakat kedepan inovatif dalam memecahkan masalah, karena kehidupan nyata dimasyarakat ke depan inovasi merupakan kunci dalam membuat suatu pekerjaan. Keempat, materi pelajarannya disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki santri. Dalam upaya menciptakan pesantren yang unggul metode yang diberikan kepada santri beraneka ragam dan tidak sama antara satu dan yang lainnya. Materi antara satu santri dengan lain disesuaikan menurut kemampuannya menguasai materi, sedangkan santri yang IQ tinggi sedang, materi yang diberika bisa diterima dengan baik. Semestinya kurikulum yang diberikan dalam pendidikan pesantren disesuaikanbdenga n kebutuhan kebutuhan kerja. Materi yang diberikan tidak hanya keagamaan, tetapi juga IPA, IPS, Matematika, Kesenian dan Filsafat. Kelima, metode diskusi akan sangat mendukung untuk keberhasilan santri dalam mengambil keputusan. Metoda sorogan yang berkembang saat ini tetap layak dipertahankan untuk pengajian Al-Qur’an, namun untuk pelajaran kitab-kitab yang lain metode diskusi lebih banyak manfaatnya bagi santri. Untuk mengaktualisasikan diri dan potensi pikirannya dengan maksimal serta belajar untuk bersikap asertif, yaitu tanggap terhadap fenomena yang terjadi disekelilingnya. Adalah kewajiban kita bersama untuk mempersiapkan generasi mendatang untuk hidup dalam zamannya. Manusia yang terdidi, bermoral luhur, estetik, makhluk yang berusaha maju dengan kerja keras dan usaha sendiri, bukan melulu hadir, sekedar eksis, namun hidup dengan keseluruhan kemanusiaan yang intens.
AGUS NUR SHOLICHIN Guru MAN 5 Bojonegoro